Kamis, 04 Desember 2014


wanita kesayangan nih, sahabat2 dan tentunya selvy virta novrida

Read More..



Karya saya disela KBM yg sibuk sangat, alhamdulilah
Read More..

Senin, 01 Desember 2014

dikala rayuan sudah mulai terjadi


Read More..


mantan pertama gua, Nada Nia
Read More..

wanita idaman gue, :D
Read More..

Rabu, 24 September 2014






KATA PENGANTAR




         


Seorang anak yatim-piatu yang gigih dalam menghadapi kerasnya kehidupan. Setelah melalui perjuangan yang cukup berat bagi seorang anak laki-laki sebesar Andi, dan walau dicemooh, dihina, diperalat, ia tak putus asa dan menyerah pada keadaan. Berkat kegigihan menghadapi segala tantangan dan semangat tak pantang menyerah, ahirnya segala usahanya tak sia-sia.
Pembaca akan banyak memetik suri tauladan dari keteguhan hati pelaku utama didalam cerita ini.



                                                                                                Arfan sukoco








Dikala senja dia termenung, tugu selamat datang nan gagah mangayominya dari  sendunya angin malam dan pekatnya debu jalanan, peluh membasahi dahinya dan kusuhnya baju menambah tebal dugaan orang yang tidak mengenalnya sebagai seorang pengemis.
Beberapa saat kemudian awan gelap membumbung tinggi dari arah barat, dan banyak orang berlarian menuju kesana, diapun berlari mengikuti arah awan itu, hatinya mulai gelisah ketika melihat awan itu berada disekitar rumahnya, dan setelah sampai ternyata…rumahnya sendiri yang terlalap habis oleh api. Hatinya semakin gelisah ketika melihat tergeletaknya orang tua paruh baya dipojok tembok, ia pun mendekatinya dan….. “pak…!!”
“Andi…, cepat selamatkan ibumu,”
“ibu dimana pak?”
“entahlah, tapi tadi ada didapur, cepatlah…!!!” tanpa babibu ia pun berlari ditengah puing-puing rumahnya yang sudah tinggal seperempat, karena habis dilalap api. Namun setelah beberapa saat dia tak jua menemukan ibunya. Namun dari kejauhan ada yang berteriak “Andi..ibumu ada dirumah pak RT..!! tapi…” belum selesai orang terseebut berkata, Andi sudah berlari menuju rumah pak RT. Ramai rumah pak RT tak mengurangi kecemasan hatinya malahan semakin bertambah kacau karena takut terjadi hal yang tidak diinginkan. Sampai didepan rumah pak RT diapun langsung masuk tanpa mengucap salam, dan didapatinya wanita tua paruh baya tergeletak dengan tangan telah bersedekap, banyak tetangga yang menangis, namun tidak sedikit yang hanya ngobrol saja tanpa memandang jasad orang yang memang masih memiliki banyak tinggalan hutang itu. Tangis tak tertahankan Andi, hatinya hancur, setelah rumahnya hangus terbakar api, kini ibunya yang meninggal dunia, dan kondisi ayahnya sakit keras.
                                                      . . .
Hanya penguburan sederhana yang dapat keluarga Andi lakukan, itupun telah mendapatkan bantuan dari tetangga, sanak saudara, dan orang yang merasa iba melihat nasib Andi. Setelah penguburan selesai Andi tidak beranjak pergi tapi malah menangis dan semakin deras tangisannya hingga langit juga ikut maneteskan air kesedihannya.
Suara adzan berkumandang dan Andipun bergegas pulang.
Hari-hari yang dilewati Andi begitu membosankan, bangun, sholat, masak nasi (bila ada), dan membantu ayahnya bekerja sebagai tukang pukul batu. Sudah tak terfikirkan lagi oleh Andi untuk melanjutkan sekolah, SMP kelas 2 adalah ahir dari semua masa remajanya. Sekarang hanya tersisa kesedihan, kepedihan yang mendalam. Namun karena tuntutan hidup terus berjalan maka mau tak mau ya harus bekerja. Dan mengingat ayahnya sedang sakit, maka Andi membantu ayahnya mencari upahan kerja pukul batu.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan saat bulan ke5 setelah kepergian ibunya, ayah Andi malah pergi menyusul istrinya dan meninggalkan Andi untuk selamannya. Itu bermula saat sore hari ketika mereka berdua selesai bekerja dan bergegas untuk pulang, Andi sudah jalan dahulu dan ayahnya sedang   mencuci kakinya disungai yang berada dibawah lereng tempat mereka memecah batu, tanpa disadari bila batu yang ada ditebing itu sudah lapuk, dan tanah yang pada saat itu sedang musim hujan tak kuat menahan beban batu tersebut. Maka kecelakaanpun menimpa ayah Andi, batu yang ada tepat diatas kepala ayah Andi runtuh dan jatuh tepat mengenai tubuh ayah Andi. ada orang yang disamping ayah Andi namun ia tak sempat mengingatkan bila ada batu yang jatuh. Maka .....“Aaarrgghhh“ pak Dika ayah Andi berteriak karena tertimpa batu besar.
Semua menatapnya dan seketika berlari untuk menolongnya. Andi yang sudah berjarak 50 meter pun lari sekencang-kencangnya untuk menolong ayahnya.
Pak Dika memuntahkan banyak darah, dan hanya bisa berpesan pada Andi“ nak.....sayangilah tanah  dan air, maka kelak kau bahagia, dan satu lagi tekun dan uletlah kamu maka kamu akan sukses dihari yang akan datang...“ tidak banyak yang pak Dika katakan, karena darah yang kaluar semakin banyak. Maka berangkatlah ayah Andi untuk menyusul ibunya dan meninggalkan Andi untuk selamanya.
Semua orang yang ada disana saling membantu Andi untuk meminahkan batu dan mengangkat jasad pak Dika. Andi pun tak kuasa menahan pedihnya penderitaan yang ia hadapi. Seketika ia berteriak “Tuhan……. Kau tak adil..!!! kenapa kau ambil semua yang kusayangi..!! dan mengapa bajingan-bajingan kantor malah tetap hidup..??!!!.. aku harus hidup dengan siapa.. dan makan dari mana.!!!??”
                                                       . . . .

Rasanya belum sembuh rasa sakit yang dihadapi Andi karena ditinggal ibunya dan rumahnya yang habis dilalap api, sekarang malah ayah yang sebagai tempat untuk berbagi cerita, tempat bernaung dikala bahaya mencekam, tempat tuk hiburan dikala ia mengingat pahitnya hidup yang ia alami, pergi dan meninggalkannya dalam keadaan belum siap sama sekali.




Disini dia selalu datang . . .
Disini dia mengharap, tapi . . .
Disini dia dia dihina, dicaci,dan . . .
Diusir . . . jauh-jauh !
Tapi didalam hati ia masih bisa mengharap . . . .


Ia berjalan gontai dibawah teriknya matahari. Sebuah toko bahan bangunan ada didepannya. Kesana tujuannya hari ini. Hari-hari sebelumya ia lewati hanya dengan berduka, menangis batin, dan sampai berniat untuk bunuh diri. Kira-kira 20 meter lagi ia sampai, namun seketika langkah kakinya berhenti. Keraguan menyelimuti hatinya. Ditoko itu ia pernah datang menyusul ayahnya saat masih bekerja disana. Yah.. memang sudah ada 3 tahun yang lalu, saat ayahnya bleum bekerja sebagai kuli batu.
Tak seorangpun yang ia kenal disana, begitu pula sang pemilik toko.                                             

“Permisi pak. !” sapanya ketika berada didepan pintu toko.
“Hee ….., kau jangan mengemis disini !“ teriak salah seorang pelaya toko.

Aduh, pedih hatinya mendengar kata-kata itu. Kerongkongan kering menahan nafas. Kata”pengemis” yang paling ia takuti selama ini, kini tertuju padanya.
Sepintas ia memang terlihat seperti pengemis, pakaian kummel, semrawut dan dekil. Dan, tanpa alas kaki pula.
“pergi sana …!!!” disini bukan tempat untuk mengemis.!”bentak pelayan itu lagi. Namun tidak berapa lama sang pemilik toko beranjak keluar, entah kaena tidak mendengar, atau sudah dengar tapi malas menemui Andi.  Disini keluarlah orang paruh baya seumuran ayahnya. Ia memakai singlet putih dan celana training.  An ia mengajak Andi untuk masuk kedalam rumahnya.
“ayo nak masuk..” kata lelaki itu mengajak.

Sejuk rasa hati Andi mendengar ajakan yang begitu lembut  ari pemilik tokko, bagaikan meneguk segelas air putih disaat teriknya mata hari. Sengatan yang baru ia terima dari pelayan took berangsur pulih dan hilang sama sekali. Ini Andi memberanikan diri masuk rumah yang sudah dikeramik itu.

“namamu siapa nak ?“ pemilik toko membuka pembicaraan.
“nama saya Andi pak.“ Sahutnya.

hemm nama yang bagus, nak Andi ada perlu apa ya datang kesini”
“Saya ingin bertanya soal transmigrasi ke Kalimantan itu masih ada tidak ya pak?
Tanya Andi dengan semangat. Dan dengan harapan dapat merubah nasibnya dengan bekera di Kalimantan.

waahh... sayang sekali ya itu sudah ditutup 1 tahun yang lalu, karena banyaknya kejahatan yang dilakukan orang dari sini, jadi orang sana sudah tidak mau lagi menerimanya“ sahut pemilik toko dengan nada rendah seolah ikut merasakan apa yang Andi rasakan.

“apa tidak ada yang lain tah pak?“ Tanya Andi dengan penuh harap. “Saya sudah tidak pnya siapa-siapa lagi disini pak, sodara saya jauh semua dan sudah tidak perduli dengan saya, ayah-ibu saya juga sudah meninggal, dan rumah saya juga sudah habis terbakar.”

“lha nak Andi tidur dimana?” Tanya pemilik toko
dimana saja pak, dikolong jembatan, dipojokan masjid, makanpun bila saya mendapat uang upah, tapi sudah seminggu ini saya berpuasa. Mengharap mati eh tidak mati-mati, yah begini lah pak.”
kamu tidak boleh berkata begitu, masa depanmu masih panjang, dan kamu harus bermimpi untuk sukses dimasa yang akan datang, kalo memang benar kamu tdak punya rumah. Bagaimana kalau nak Andi menginap disini dan tinggal disini saja?” Tanya pemilik toko.
Andi merasakan perasaan bingung, bingung karena sang pemilik toko bukanlah siapa-siapanya, namun mengingat penderitaan yang telah dialami diapun juga sudah merasa lelah menjadi orang susah, miskin, yatim-piatu.

Namun hati Andi seperti ada yang memaksa untuk tidak menerimanya, karena ia tidak mau menyusahkan orang lain, apalagi ia tidak terbiasa hidup dengan harta yang melimpah. Memang si pemilik tidak punya anak. Tapi saudara kan masih banyak, mana mungkin ia mendapat harta warisan? Toh dia Andi juga Cuma anak angkat.

“terima kasih atas tawarannya. Namun akan saya pikirkan terlebih dahulu lah pak” sahut Andi dengan nada bingung.

“kamu masih punya masa depan panjang, dan bila kamu tetap seperti ini bagaimana dengan sekolahmu? Sudahlah tinggal saja disini. Saya menerimamu sepenuhnya“
Jawab pemilik toko dengan tulus.

“maaf pak bukan saya sombong, tapi memang saya ingin melakukan apa yang bapak saya perintahkan, yaitu bekerja keraslah kamu tanpa bantuan orang lain dan jangan senang hanya menerima pemberian orang lain. Jadi mohon maaf sebelumnya.“  Andi menjawab dengan tegas tanpa memikirkan kalu hari ini dan seterusnya dia tidak memiliki beras untuk mengganjal perut.
Percakapan mereka berhenti dengan ucapan permisi dari Andi untuk pulang dan berniat mencari tempat lain yang bisa mengantarkan ia ketranmigran. Kunu langkahnya lebih cepat dibanding saat ia baru datang ke rumah pemilik toko.

Sudah seharian ia berjalan, namun tak satupun hasil yang ia dapat. Semua peluang kerja diluar jawa sudah penuh. Dan calo yang sering membuka jalan sudah menutup pendaftaran karena memang anggotanya sudah berangkat semua. Dalam langkah yang tidak pasti ia bertemu dengan orang tua yang terjatuh dari sepeda motor dan membawa barang bawaan yang banyak. Andi bergegas menolong orang tersebut dan membantu membawakan barang bawaannya.

“bapak tidak apa-apa? Kenapa bisa jatuh pak?”
“bapak tidak apa-apa, hanya lecet sedikit saja, saya dari kebun jauh habis metik hasil panen, lha kamu anak mana? Sepertinya sedang bingung?”

iya pak saya sedang bingung mencari pekerjaan, setelah ibu dan ayah saya meninggal, ditambah rumah saya yang terbakar habis oleh api hidup saya tidak karuan pak..”
“saya turut berduka cita nak, kalo memang kamu sudah yatim piatu bagaimana kalo kamu ikut dengan saya? Nginep dirumah saya, bekerja sebisa kamu dan menggembala sapi-sapi saya? Bagaimana?”

“tapi saya tidak mau merepotkan orang lain pak. Saya memang pernah menggembala sapi milik tetangga saya. Sekali lagi saya tidak mau merepotkan orang lain”

“mengapa tidak mau? Kan kamu sudah menggembalakan sapi saya, dan membantu saya itukan sudah impas. Dan kamu juga bisa hidup dan sehat tanpa harus menggelandang seperti ini. Bagaimana? Tapi kamu bukan minep dirumah saya tapi saya punya rumah ditngah kebun diluar kota disana kau bisa hidup tenang dan bekerja dengan giat. Apa kamu mau?“

“baiklah pak saya terima“ jawab Andi dengan nada gembira. Mereka berdua pergi ketempat Andi menaruh barang dan pakaiannya. Dan setelah selesai mereka ber2 berangkat kerumah si orang tua yang ditolong Andi. Setelah sampai maka orang tua itu langsung masuk dan berkata kepada istrinya  “mak, kita dapat kerbau baru, itu diluar. Dia yatim piatu, dan sepertinya bagus kalau kita manfaatkan tenaganya untuk menggarap ladang kita yang ada di luar kota itu.“
“yang benar pak. Wah lumaya itu, besok aku buatkan makanan yang enak dan aku bekali dia bahan makanan yang banyak. Biar dia betah dulu.” Jawab istrinya dengan nada semangat.

Mulai saat itu Andipun bekerja pada orang tua yag sering dipanggil pak Didi. Tanpa tahu kalau ia sedang dimanfaatkan tenaganya oleh pak Didi. Andi berpendapat sekarang ia memikirkan bisa makan dan punya tempat tinggal. Tapi tidak dengan cuma-cuma tidak seperti ditoko yang siap menerimanya tanpa ia melakukan tanda jasa kepada pemilik toko. Namun ia tidak tahu tenaga yang ia keluarkan dan keringat yang mengucur deras itu bukan membuat baik hidupnya untuk masa depan malah hanya terbuang sia-sia.

Hari berganti minggu dengan cepatnya, Andipun bekerja dengan sangat giat. Pagi setelah bangun, ia sholat, masak beras, dan menyayur daun-daunan yang ada disekitar rumah yang ia tinggali. Setelah itu ia berangkat kesawah sambil membawa sapinya. Pulang dari sawah ia makan siang, sholat dan istirahat sebentar. Sekitar jam 2 Andi berangkat kembali kekebun sembari membawa keranjang rumput untuk mencari rumput dan diberikan ke kambing-kambingnya.

Minggu berganti dengan bulan tanpa terasa, dan sudah 7 bulan ia bekerja pada pak Didi. Dan selama itu ia tidak mendapat bayaran sepeserpun. Andi hanya mengira ia akan mendapat bayaran dalam hitungan tahunan.

Namun sekarang setelah setahun empat bulan ia tidak jua mendapat bayaran. Pernah ia tanyakan bayaran yang harusnya ia terima, maka jawab dari pak Didi hanya BESOK. Dimalam jum’at ini ia seperti biasa membaca surat Yasin dan beranjak tidur. Dan dalam tidur ia bermimpi bertemu dengan kedua orang tuanya disebuah tempat yang ia belum pernah dikunjungi. Mereka berbincang-bincang sebentar, dan salah satu hal yang mereka bincangkan adalah perihal tentang hidup yang ia hadapi bahwa ia telah salah mengambil keputusan. Dalam dialognya ibu Andi berkata bahwa tidak selamanya gagak itu warnanya hitam dan tidak semua orang memiliki sifat yag sama.

Andi mulai memahami apa yang bapak-ibunya katakan, bahwa ia memang harus pandai dalam menghadapi kerasnya hidup ini, dan jangan selalu menganggap yang baik didepannya juga memiliki kebaikan dibelakang.
Maka keputusannya telah bulat bahwa ia besok bertujuan untuk pulang ke rumah pak Didi dan menanyakan upah yang ia terima dari hasil kerjanya selama 16 bulan ini.  Maka setelah azan subuh berkumandang, ia segera memasak nasi dan bersiap untuk pulang ke rumah Pak Didi. Namun tanpa disangka pak Didi datang karena ingin melihat sapi-sapinya. Dan sapinya memang besar, gemuk, sehat, berkat rawatan dari Andi. Pak Didi tertawa dengan sangat lantang dan hatinya sangat puas karena hasil dari KERBAU nya sangat memuaskan.

“bagaimana pak dengan sapi-sapinya?”
“kamu sangat berbakat, saya sangat puas dengan apa yang telah kamu lakukan. Teruskan dan buat kebun, sawah, kambingku jadi semakin berlimpah hasilnya !!”

“bagaimana dengan bayaran saya pak? Sudah 16 bulan saya bekerja disini tapi belum mendapat upah sama sekali. Saya juga punya masa depan dan juga ingin punya tinggalan untuk keturunan saya pak !”

“ngomong apa kamu..!!!” pak Didi berteriak.
“saya tidak bilang kalo  saya akan menggaji kamu, dari awal saya hanya bilang akan menanggung hidupmu dan memberimu makan, tempat tinggal. Dari pada kamu MENGGELANDANG dengan tidak jelas.”

“tapi saya kira orang bekerja itu diberi upah pak? Dan saya semangat bekerja disini karena ingin mendapat upah tapi hasil kerja keras saya sendiri.”

“upahmu ya makanan yang kamu makan sehari-hari itu, dan kalo kamu tidak suka kerja dengan saya PERGI dari sini....!!! toh masih banyak orang yang ingin kerja sebagai kuli saya.”

“saya akan pergi dari sini sekarang juga !! tapi bayar dulu upah saya selama setahun ini. Untuk 4 bulan pertama saya ihlas “

“upah-upah gundulmu...!!! tidak ada upah-upahan..!! sekarang pergi dari sini pengemis..!!!”

Tanpa banyak percakapan Andi langsung membereskan pakaiannya. Dan bergegas pergi tanpa ucapan salam. Pak Didi tertawa terbahak-bahak dan berteriak “PERGILAH dan carilah orang yang mau memperalatmu lagi. Huahahaha.....!!!”

Andi kembali berjalan dan kembali menangis batin, ia melihat tugu selamat datang dan ia beteduh dibawahnya sembari mengenang pengalaman pahitnya. “setelah ibuku meninggal dan rumahku hangus oleh api, bapakku juga meninggal. Sekolahku juga tidak tamat. 
Hidup dikolong jembatan, ada orang menolong eh malah Cuma anjing berbulu domba.” Gerutunya sambil meneteskan air mata.

“Tuhan . . . apa sih maksud engkau? Aku sudah taat atas perintahmu. Tapi mengapa Kau ambil semua yang aku sayangi. Bapak-ibu, rumah, masa depanku sudah suram.”
Tetesan air kesedihan kembali terjatuh dari pipinya yang sudah bergelombang karena sudah sangat sering ia meneteskan air mata.

“buang sedihmu dan ayo ikut aku..!!!” sebuah kata terlontar dari belakang dan bersamaan dengan itu ada tangan yang memukul pundaknya. Hati Andi sangat kaget dan ia segera menghapus air matanya karena malu ada orang lain yang melihatnya. Setelah dilihat ternyata Panji sahabatnya di SMP sekaligus anak dari guru geogravinya di SMP.
“kenapa kau menangis? Cerita saja padaku tapi jangan disini. Ayo kerumahku”
“Aku malu lah sama ayahmu, kan aku kemaren tidak melanjutkan sekolah dan tidak izin dulu pada ayahmu”jawab Andi dengan nada malu dan bermuka merah.

ayahku sudah tidak mengajar, dan sekarang dia ada program baru. Yaitu mengadakan program trammigrasi ke Sumatera,”
“ah, yang benar? Kan ayahmu sudah PNS. Dan juga apa bisa ayahmu bekerja kasar seperti aku ini?”

“sudah, jangan banyak bicara ayo kerumahku.!” Balas Panji. dan tanpa ada percakapan lagi mereka pergi menuju rumah Panji.
Sekarang sudah sampai dirumah Panji. Andi merasa malu untuk masuk rumah Panji karena orang tua Panji adalah wali kelas Andi, dan saat itu Andi keluar tanpa izin dahulu kepada ayah Panji.
Ternyata tanpa diduga ayah Panji menyambut hangat kedangan mereka berdua. Andi merasa agak lega. Bincangan, candaan, yang khas dari ayah Panji membuat Andi sedikit melupakan kepedihan yang ia alami. Dan memang itulah tujuan ayah Panji dari awal, sebenarnya ayah Panji atau sering dipanggil pak Surip ini sudah tahu tentang apa yang dialami anak didiknya. Mulai dari ditinggal orang tuanya, rumahnya terbakar, dan hanya dmanfaatkan tenaganya oleh pak Didi. Dan sekarang Ia berniat untuk mengajak Andi dan Panji untuk bekerja menjadi tranmigran di Sumatera.
“begini nak, kemaren bapak dihubungi teman bapak di Sumatera, katanya bapak disuruh ikut tranmigran, disana kita akan mendapat tanah garapan, dan bila kau mau kau bisa membuka hutan jadi ladang baru dan untuk persediaan makanan kita diberi jatah selama setahun. Dan tidak akan ada yang memanfaatkan tenagamu lagi. “ pak Surip membuka pembicaraan.
Andi menjawab dengan semangat” yang benar pak? Lha kok bisa kita diberi bahan makanan, lahan, lah emang yang membiayai siapa?”
Panji menjawab “yang pasti ya pemerintah, kan program pemerintah adalah tranmigrasi penduduk dari pulau jawa yang sudah sangat padat”

“Kalau begitu saya ikut pak”
baik, tapi ada syaratnya. Dan kau harus memenuhi syaratnya.!!”
“apa itu pak?”
”kau tidak boleh sedih lagi, dan Panji akan menemanimu disana, dan tentunya bapak juga.” balas pak Surip dengan penuh kasih sayang.

Dan esok harinya mereka berempat berangkat, satunya adalah ibunya Panji. Mereka berangkat menempuh jarak yang lumayan jauh, dari jogjakarta-lampung kira-kia 2hari satu malam. Diperjalanan Andi hanya memandangi indahnya pemandangan disepanjag jalan. Dan lamunannya buyar saat ada ibu-ibu yang muntah tepat di celananya. Padahal saat itu ia sedang dalam keadaan hampir mabuk. Dan mereka berdua mabuk bersama. Andi yang belum pernah pergi jauh menggunakan kereta merasa perutnya mual dan kepalanya pusing. Yaahh maklum kan wong deso.

Perjalanan masih berlanjut, sekarang mereka berada diatas kapal laut. Kembali terulang apa yang terjadi saat di kereta, ada seorang ibu yang tiba-tiba muntah tepat dihadapan Andi. Seketika Andi pun mengikutinya, mereka mabuk bersama, untung ada ibunya Panji yang selalu menolong Andi, dan keluarga itu menganggap Andi sudah sebagai anaknya sendiri.

                                                        . . . .


Sesampainya ditempat tujuan mereka beristirahat. Pak Surip mulai berkenalan dengan penduduk sekitar. Mereka berincang-bincang tentang bagaimana keadaan daerah tersebut. Namun ada satu hal yang membuat mereka cepat akrab. Yaitu gaya bicara pak Surip yang selalu bisa menjadi pembimbing dan lawakannya yang selalu membuat warga tertawa terbahak-bahak, dan sifat Andi yang selalu ramah pun membuat para warga cepat akrab dengan keluarga itu. Mereka telah mendapat bahagian tanah seluas 2,5 hektare. Dan bila mereka ingin membuka lahan lagi mereka bisa mendpatkannya ditengah hutan. Masih sangat banyak tanah yang belum terjamah oleh manusia didaerah Sumatera ini.

Disuatu pagi Andi sedang duduk termenung diatas batu hitam sendiri, tak ada Panji ataupun pak Surip. Dia sedang menggembala sapinya yang baru dibelikan oleh pak Surip minggu lalu. Ia mendengar suara seruling dari para pengembala dan iapun mengeluarkan serulingnya. Mulai meniupnya dengan sangat merdu. Memang nilai sekolah Andi tidak  sebagus Panji. Namun dalam seni Andi lebih unggul. Dia bisa memainan gitar, seruling, biola, menggambar, menyanyi.

Ternyata tanpa disadari Andi, ada orang tua yang seorang musisi dan ikut tranmigran melihat anak gembala bisa memainkan seruling dengan sangat mendu dan dapat menyelinginya dengan bernanyi, suaranyapun tak kalah bagusnya. Maka ia mendekati Andi.
“alangkah bagusnya permainan serulingmu nak, siapa namamu dan dari mana asalmu?” sapanya dengan nada lirih.
Andi terkaget dan ketika menoleh kebelakang, ternyata ada orang tua yang berdiri tepat dibelakangnya.
“nama saya Andi pak, saya dari pulau jawa. saya orang baru disini pak. Lha bapak sendiri?”
“saya Darman, saya juga dari Jawa. kamu anggota orkes ya? Kok permainan serulingmu sungguh merdu” tanyanya dengan menatap tajam Andi.
“saya hanya anak yatim-piatu pak, saya malah sama sekali belum pernah ikut orkes, ayah saya yang mengajari saya memainkan seruling.  Bapak sudah lama disini?”
Jawabnya.

“emm,... ya kira-kira sudah 4 tahun saya disini. Kamu sudah mendapat lahan apa belum? Saya ada loka kosong itu. Pemiliknya pulang ke Jawa karena tidak betah. Nah yang ditiitipi saya. Namun karena saya sudah punya sendiri saya merasa kerepotan,dan karena kamu orang baru dan kita sama-sama berasal dari Jawa maka tanah itu aku berikan padamu untuk menggarapnya. Pemilik aslinya  orang Jogja. Apa kamu mau?”

“saya sih senang sekali pak, namun saya perlu tanya dulu pada bapak angkat saya karena saya bisa kesini juga karena beliau.” Jawab andi dengan tegas.

“ya silahkan, besok saya tunggu jawabannya disini ya..!!” orang tersebut pergi sembari mengeluarkan serulingnya. Dan sepanjang jalan ia meniupnya dan suaranyapun  tak kalah merdu dari tiupan Andi.

Sesampanya dirumah, Andi berkata kepada ayah angkatnya. Bahwa ia bertemu dengan orang paruh baya yang menawarinya menggarp lahan tanah milik orang jogja yang sedang pulang karena tidak betah. Jawaban dari ayah Panji sungguh bijak, ia berkata “kamu orang baik, mungkin saja ini pertanda baik dari Alloh swt, tapi tidak semua gagak warnanya hitam. Bisa saja ini hanya permainannya agar kamu menggarap dan tidak dapat hasil sama sekali. Besok kita temui bersama.”
Esok harinya Andi, Panji, dan pak Surip berangkat menuju sawah milik mereka dan dimana tempat saat Andi bertemu orang tua itu. Ternyata orang tua itu sudah menunggu disana sembari meniup serulingnya.

Setelah bertemu mereka berbincang-bincang, mereka berkenalan, saling bertanya tentang daerah itu. Dan terahir mereka membicarakan tentang tanah ladang milik orang jawa yang pulang karena tidak betah tersebut.
Disini pak Surip berusaha mencari jati diri orang tua itu, dan dari sikapnya, cara bicaranya, tingkah lakunya, ia menilai memang orang ini benar-benar berniat memberikan tanah itu pada Andi. Mulai dari itu Andi memiliki tanah garapan sendiri seluas 2,5 hektare.
Dan iapun tidak sampai disitu. Ia bersama keluarganya dan para tetagganya mengubah lahan bukit gundul nan gersang menjadi kebun yang hijau kembali. Dan hutan yang habis karena terbakar api, diubahnya menjadi hijau kembali. Rawa-rawa yang tidak terurus diubahnya menjadi areal persawahan, dan kolam pemancingan. Sehingga warga saat bulan puasa bisa nyore sambil memancing.
Disuatu saat terfikir oleh Andi kalau daerah itu belum mempunyai tempat pendidikan yang diatas SD, maka ia dan teman-temannya serta dibantu warga bersama membangun sekolah smp dan sebagai kepala sekolah adalah pak Surip sendiri.

Berita tentang anak yatim-piatu dairi pulau jawa khususnya dari Jogjakarta bisa merubah hutan dengan bukit gundul menjagi hijau kembali. Rawa diubahnya menjadi sawah, mendirikan sekolah. Telah tersebar hingga tanah Jawa. maka disuatu hari dikala Andi dan keluarga sedang makan siang ada tukang post yang mengetuk pintu rumah mereka dan memberikan depucuk surat untuk Andi. Dari orang yang tinggal ditanah Jawa. andi kaget, siapa yang mengirimkan? Kan ia sudah tak punya siapa-siapa lagi didunia ini. Saudara memang ada, tapi sudah tidak perduli dengannya. Dan setelah dibuka ternyata surat dari pemilik toko.

Begini isi suratnya :

“kepada Andi.”
“masih ingatkah kamu pada  saya? Pasti masih ingat. Bagaimana keadaanmu disana? Sehat kan? Kami sekeluarga disini juga sehat.
Andi,,kamu tentu tahu bila saya tidak punya keturunan, dan sekarang bapak sudah tua, sudah tidak mampu lagi untuk bekerja. Sekarang bapak hanya bisa duduk, makan, tidur, begitu seterusnya.

Bapak bingung Andi, akan diberikan pada siapa semua harta bapak, bapak ingin harta bapak ini berkah dan harus dipegang oleh orang yang baik, seperti kamu.
Ahirnya bapak telah putuskan bahwa semua tanah bapak, harta bapak, termasuk toko itu saya serahkan padamu. Kamu harus menerimanya. Karena semua telah bapak tulis dalam surat warisan dan namamu adalah pemilik tunggal dari semua kekayaan bapak.”
Kaget bukan main perasaan Andi saat itu, ia tidak pernah menyangka kalau akan seperti ini jadinya. Ia menyadari ia bukanlah siapa-siapa dari pemilik toko itu.
Ia melanjutkan membaca surat nya:

“bapak tahu kau pasti sulit menerimanya, bahkan disuruh tinggal disini pun kau tidak mau. Karena kau ingin makan dari cucuran keringatmu sendiri. Itu yang membuat bapak percaya padamu. Bapak yakin kamu bisa menerima semua ini.

Satu lagi, yaitu kamu menggarap tanah yang diberika oleh orang lain kan? Yang mengatakan itu milik orang jawa yang tidak betah. Dan orang itu adalah bapak. Maka tanah itu memang sudah murni milik kamu... sudah tertulis namamu disini.
Pulanglah..!!! dan rawat toko beserta semua harta warisan bapak semoga Alloh swt senantiasa memberikan Rahmad kepadamu. Amiien.”


                                                                                               ( Pemilik toko)


Ternyata memang benar apa yang dikatakan oleh ayah Andi bahwa :
Sayangilah tanah dan air, maka hidupmu akan bahagia. Serta ulet dan tekunlah kamu niscaya kau akan  sukses dimasa yang akan datang.


Demikian cerita yang dapat membuat kita semakin tersentuh untuk menerima semua
ujian hidup yang tiada pernah berhenti. Sedih, senang, semuanya pasti akan kita hadapi. Dan semakin tinggi suatu pohon maka anginnya pun semakin kencang. Bila kita kuat menghadapi angin itu, setelah selesai maka kitalah yang paling terlihat tinggi.




                                                                                                Arfan Sukoco




Read More..

Cara Mengatasi Masalah Pesan Error “Bootmgr is Missing” di Windows 7
Komputer adalah serangkaian hardware yang bersinergi menciptakan sebuah sistem yang terintegrasi dengan software di mana keduanya kemudian menjadi sebuah kombinasi perangkat hidup yang mampu mengerjakan suatu tugas dengan kemampuan tak terbatas melebihi kemampuan penciptanya; manusia.
Cara Mengatasi Masalah Pesan Error "Bootmgr is Missing" di Windows 7
Salah satu pesan error yang acap kali ditemukan oleh pengguna komputer Windows 7 adalah error Bootmgr is Missing, error ini disebabkan oleh crash software dan tidak berhubungan dengan hardware komputer, jadi cara terbaik mengatasi error jenis ini adalah dengan menggunakan DVD Windows 7 atau menggunakan System Repair Disc.
Berikut ini adalah cara terbaik mengatasi error Bootmgr is Missing yang dapat saya rekomendasikan:
  • Masuk ke System Recovery Option dengan menggunakan DVD Windows 7 atau dengan cara restart komputer dan tekan F8 selama beberapa detik hingga muncul layar pilihan Advanced Boot Option – Repair Your Computer – Startup Repair.
  • Kemudian pilih Startup Repair. [Menggunakan DVD Windows 7]
Start up repair dan recovery tools di windows 7
  • Secara instan komputer akan memulai proses analisa masalah sekaligus mengatasinya. Jika proses ini telah selesai, Anda diminta untuk melakukan restart komputer. Jika setelah restart ternyata error Bootmgr is Missing masih Anda temukan, maka coba step selanjutnya.
Mengatasi start up error di windows 7
  • Jalankan tool Command Prompt
  • Ketikkan C: dan tekan Enter
  • Kemudian ketikkan cd boot dan tekan Enter sekali lagi.
  • Terakhir ketikkan secara bergiliran kode perintah berikut ini, selalu tekan Enter pada setiap kode perintah
bootrec /FixMbr
bootrec /FixBoot
bootrec /RebuildBcd
Booting windows 7 anda error? Di sini solusinya

Sekarang keluarkan DVD Windows 7 Anda dan restart komputer sekali lagi, setelah melakukan langkah terakhir di atas maka dipastikan error Bootmgr is Missing tidak akan Anda temukan lagi. Semoga berhasil, ikuti langkah secara perlahan, saya yakin masalah Anda akan selesai.
Read More..

Gunakan Google Chrome Untuk Mendapatkan Tampilan Terbaik Blog Ini ( ^_^ )